HIDUP SOSIAL

18.15.00 ima2512 0 Comments

Hidup memang selalu bersosialisasi, baik dimanapun itu. Dimanapun kita berada kita selalu berada dalam hubungan sosial.  Setiap kehidupan sosial pasti akan ada gesekan gesekan yang selalu tidak searah dengan arah pergerakan kita.  Itulah kenapa Mata Pelajaran PKN  mengenai sub bab tenggang rasa dan selalu menghormati selalu diajarkan dari sejak SD sampai SMA. Kita memang selalu hidup berdampingan. Setiap dua atau beberapa karakter  berkumpul ia akan memiliki singgungan singgungan kecil yang akan selalu saja ada. Tinggal bagaimana individu individu tersebut menyikapi perbedaan karakter tersebut.
Setiap manusia pasti memiliki kesabaran, satu kesalahan dapat kita maafkan. Namun rasa kepercayaan setelah satu kesalahan tersebut, tidaklah utuh seperti gelas  pada mulanya. Kepercayaan itu seperti gelas,  Gelas yang hancur, tak akan bisa lagi utuh. Meskipun gelas tersebut dapat dirangkai lagi dengan dengan lem, tapi masih ada sisa sisa bekas hancurnya gelas tersebut.
Hubungan sosial pun seperti itu. Kekecewaan itu bagaikan sebuah nila setitik yang jatuh pada susu sebelangga. Satu kali ia pernah dikhianati, rasa percaya itu tidak akan pernah sama. Begitulah apa yang terjadi dengan salah satu hubungan yang kumiliki disini.
Saat itu, kami sangat dekat. Pertama kali aku menginjakkan kaki disini, mereka lah yang menjadi tempat share to care. Aku tak tahu, sejak kapan kesalahan itu kubuat. Saat itu kami dalam kondisi jomblo. Okelah, jadi masih sangat kompak satu sama lain. Beberapa bulan kemudian, sang cupid mulai menampakkan sayapnya. Mereka mulai memiliki pasangan masing-masing. Aku memaklumi, porsi perhatian mereka pasti akan lebih ke “masa depan” mereka. Aku memaklumi ketika aku mulai menjadi obat nyamuk bagi mereka. Aku memahaminya. Aku tak pernah protes, karena aku tahu apa hak ku disitu. Aku hanyalah makhluk asing yang baru mereka kenal. Aku masih bersikap biasa dan cuek, toh aku hanya teman mereka.
Semakin lama, rasanya hubungan ini semakin buruk. Benang semakin kusut, rasanya sulit untuk diluruskan. Emosi semakin tinggi. Mungkin aku melakukan kesalahan, yang tak pernah kusadari. Hari demi hari rasanya ada yang aneh dengan sikap mereka. Kami serumah, tapi seperti tidak serumah. Komunikasi semakin tidak lancar.  Hubungan semakin renggang. Kesalahan dan kecewaan hanya menjadi omongan dibelakang orangnya. Dan terjadilah  puncaknya.
Saat itu, dua diantara kami tidak merasa enak badan. Kami berdua, hanya istirahat saja di kamar. Dan satu teman kami, tiba-tiba sangat cuek. Menanyakan kondisi saja tidak terucap sepatah katapun. Sebelum hari itu, memang hubungan kami sudah sangat buruk, mungkin sikap itu muncul karena ia sedang kesal dengan kami. Okelah, aku melakukan kesalahan, di saat sakit, dan ditempat yang jauh, gak ada tempat kami untuk berbagi kecuali teman. Namun, apakah harus bersikap seperti itu. Selama ini, (okelah saya gak hitung hitungan sikap) perasaan aku gak pernah membedakan teman yang satu dengan yag lain. Jika dia sakit, masih tak ambilin makan, masih tak tanyain mau makan apan? Oh begini jadinya. Saya gak pernah hitung-hitungan, kalo memag mau seperti ini. Tentu saja, saat itu aku emosi (tapi se emosi aku, paling di pendam dalam hati)
 Aku sangat kecewa saat itu. Benar-benar sangat kecewa. Aku selama ini diam, diam bagaimanapun sikapnya. Aku masih tetap menganggapnya sebagai teman, puncaknya, aku pergi kekamar salah satu temanku yang lain. Mungkin ia kesal dengan kami berdua. (lucu ya, hanya karena tidak menanyakan kondisi saja, aku sudah sangat kecewa) mungkin ini yang disebut dengan titik tekuk, dan area yang sangat sensitif. Sejak aku jarang ada di kamar, aku lebih sering bermain di kamar teman yang lain. Pada saat itu juga, ada lagi konflik didalam kamar (konflik  tidur dikamar lain). Akhirnya ada salah satu diantara kami meminta  untuk pisah kamar. Karena sudah tidak ada rasa kecocokan di antara kami. Setujulah kami untuk berpisah kamar. Sesudah berpisah kamar, aku pergi meluapkan emosi di kamar tempatku yang lain. Aku berlinang air mata. Aku menangis, kekecewaan ku keluar dalam bentuk air mata. Sejujurnya, aku sedikit sakit hati. Aku tahu mereka memiliki hubungan yang lain, yang lebih penting bagi mereka, aku memahami itu semua. Namun, hanya karena aku tidur dikamar lain, aku seperti yang salah. Selama ini aku mencoba untuk menjaga perasaan orang lain, tapi perasaan ku sendiri yang terluka. Meskipun aku marah, aku mencoba bersikap ramah, tapi sepertinya itu tidak berarti, satu kali hal itu terjadi.
 Setelah pisah kamar, hubungan ini bukan semakin baik, malah semakin buruk. Tingkat komunikasi kami Cuma berapa persen. Kami semakin tidak pernah berkomunikasi. kami hanya hidup dalam satu bangunan, bukan sebuah rumah.
Karena adanya konflik lagi, kami pernah didudukkan ber lima (ada 2 orang eks) saat itulah kamu buka-bukaan ketika perasaan kami. Aku baru mengetahui, kalo temanku kecewa dengan sikapku. Tapi ia gak bilang sikap yang mana yang telah mengecewakan dia. Ketika aku sakit, ia tahu, kalau aku sakit, tapi karena saat itu dia kesal dengan kami, dia akhirnya cuek dengan kami. Dia juga bilang, ingin menjaga jarak dengan kami  karena kecewa dengan kami. Dalam hatiku, owh gitu, jadi dia malah bukan memperbaiki kesalah pahaman di antara kami untuk berteman, tapi dia memang tidak ingin berteman dengan kami. Okelah, kalau memang begitu.
Kukira setelah pertemuan itu, hubungan kami akan semakin baik. Tapi, gelas yang pecah, tidak bisa utuh lagi. Hubungan kami semakin renggang. Dan akupun memang semakin cuek dengan apapun yang mereka pikirkan, lakukan dan semuanya. Aku berpikir “masa bodoh” sekarang. Aku tidak mengeleminasi ia, tapi ia yang menjaga jarak dengan kami. Aku memahami itu. Mungkin ia ingin fokus dengan masa depannya. Jadi aku juga gak bisa menyalahkannya. Mungkin saat itu aku terlalu egosi. Seharusnya, aku bisa menurunkan ego ku, dan bisa lebih memahaminya. Mungkin kalo dari sudut pandangnya, aku mungkin yang bersalah. Ah, lelah hati ima.  (teman bukannlah seperti itu, teman tempat untuk saling berbagi, baik suka maupun duka, dan teman selalu bisa memperbaiki satu sama lain).
“kesalahan itu dapat diperbaiki dengan adanya komunikasi satu sama lain” itu yang aku pahami.  Hidup ini tidak pernah lepas bersosial satu sama lain. Biarkan orang lain berbicara tentang hidup kita. Manusia tidak akan pernah lepas dengan omongan dibelakangnya. Namun bagaiamana kita menyikapi kritikan dan masukan tersebut.  Aku tahu, pasti ada orang yang berbicara di belakangku, tapi jadikan itu sebagai motivasi lebih baik. Selama apa yang kita lakukan tidak bertentangan dengan syariat islam. Ego, pasti ada. Namun bagaimana menurunku egomu untuk menjaga suatu hubungan. Teman, bisa jadi keluarga dan sahabat. Apalagi di tempat rantau, seharusnya kita mampu menjadikan semua orang teman. Aku gagal dalam hubungan ini, aku gagal menjaganya. Ternyata, mencari teman itu tidak semudah menemukan batu di jalan. Terkadang dengan adanya jarak, akan mampu membuat kita mengerti apa arti sebuah hubungan.

Jika, aku melakukan kesalahan, aku minta maaf, terkadang, aku tidak menyadari apakah sikap da perkataanku telah menyakiti kalian. Jika aku berbuat salah, silahkan tegur. Mungkin aku akan marah, tapi jangan jadikan sikap marahku, sebagai penolakan kritikan kalian.  Maafkan diri ini jika berkali kali membuat kalian kesal. Mohon maafkanlah................ 

You Might Also Like

0 komentar: